
Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Di Indonesia
Fungsionalisasi Azas Ultimum Remedium Sebagai Pengganti Azas Subsidiaritas
Pengarang:
DR. Syahrul Machmud, SH., MH.
ISBN 978-979-538-402-1
Cetakan:
I / 2012
Tebal:
XIV + 506
Harga
Rp 95,000,-
Deskripsi Singkat:
Masalah lingkungan hidup secara formal baru menjadi perhatian dunia setelah terselenggaranya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup, yang diselenggarakan pada tanggal 5 sampai 16 Juni 1972 di Stockholm Swedia, terkenal dengan United Nations Conference on Human Environment. Konferensi berhasil melahirkan kesepakatan internasional dalam menangani masalah lingkungan hidup, dan mengembangkan hukum lingkungan hidup baik pada tingkat nasional, regional, maupun internasional.
Hukum lingkungan hidup merupakan instrumen yuridis yang memuat kaidah-kaidah tentang pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mencegah penyusutan dan kemerosotan mutu lingkungan. Hukum lingkungan hidup adalah konsep studi lingkungan hidup yang mengkhususkan pada ilmu hukum, dengan objek hukumnya adalah tingkat perlindungan sebagai kebutuhan hidup. Hukum lingkungan pada dasarnya mencakup penataan dan penegakan atau compliance and enforcement, yang terdiri dari hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana.
Penegakan hukum lingkungan (environmental enforcement) harus dilihat sebagai sebuah alat (an end). Tujuan penegakan hukum lingkungan adalah penataan (compliance) terhadap nilai-nilai perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup yang pada umumnya diformalkan ke dalam peraturan perundang-undangan, termasuk ketentuan yang mengatur baku mutu limbah atau emisi.
Payung hukum atau umbrella act atau umbrella provision atau kadarwet atau raamwet yang utama terhadap masalah lingkungan hidup saat ini adalah Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) Nomor 32 Tahun 2009.
Dalam penjelasan umum UUPPLH pada angka 6 disebutkan, bahwa :
"Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan".
Terhadap pelanggaran delik formal tersebut maka peran hukum administrasi harus diutamakan atau didahulukan dan didorong menyelesaikan masalah lingkungan, setelah upaya tersebut tidak efektif, maka hukum pidana didayagunakan atau dioptimalkan. Dengan demikian, fungsi hukum pidana terhadap delik formil adalah ultimum remedium. Hukum pidana sebagai pelengkap atau komplemen dari hukum administrasi atau perdata atau mediasi. Tetapi terhadap kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat, maka hukum pidana bukan lagi ultimum remedium akan tetapi sudah primum remedium.
Daftar Isi:
KATA PENGANTAR l v
DAFTAR ISI l ix
BAB I PENDAHULUAN l 1
1.1. Latar Belakang Masalah l 1
1.2. Kerangka Pemikiran l 8
1.3. Metode Penelitian l 21
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN l 27
2.1. Tingkat Global l 27
2.1.1. Awal Perhatian Masalah Lingkungan l 27
2.1.2. Kegiatan Sebelum Konferensi Stockholm l 28
2.1.2.1. The Club of Roma l 31
2.1.3. Konferensi PBB Tentang Lingkungan Hidup
Manusia l 32
2.1.3.1. Konferensi Stockholm l 32
2.1.3.2. Kegiatan UNEP Di Nairobi l 38
2.1.3.3. Komisi WCED (The World Commission on Environment and Development) l 39
2.1.3.4. Konferensi Rio l 40
2.1.3.5. Aktivitas Organisasi Lain Di Bidang Lingkungan l 45
2.1.3.5.1. European Communities (EC) atau De Europes Gemeen-schap (EG) l 45
2.1.3.5.2. Organization For Economic Co-Operation And Development (OECD) atau Organisatie Voor Economische Samenwerking En Ontwikkeling (OESO) l 46
2.1.3.5.3. International Union For Conservation of Nature And Natural Resources (IUCN) l 47
2.1.3.5.4. World Wildlife Fund (WWF) l 50
2.1.3.5.5. Association of South East Asian Nations (ASEAN) l 50
2.1.3.5.6. Kegiatan Internasional Yang Juga Berpengaruh Pada Indonesia l 51
2.1.4. Kegiatan Yang Berhubungan Dengan Masalah Pembangunan l 51
2.1.5. Konferensi KTT Bumi Rio de Janeiro l 55
2.1.6. Konferensi Johannesburg l 59
2.2. Perkembangan Masalah Lingkungan di Tingkat
Nasional l 62
2.2.1. Zaman Hindia Belanda l 63
2.2.2. Zaman Jepang l 65
2.2.3. Zaman Kemerdekaan l 65
BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN SERTA ASAS-ASAS HUKUM l 84
3.1. Konsep Jarimah Ta'zir Dalam Hukum Positif Indonesia l 84
3.2. Makna Asas Dalam Hukum l 91
3.2.1. Asas-asas Umum Hukum Islam l 96
A. Asas Keadilan l 97
B. Asas Kepastian Hukum l 98
C. Asas Kemanfaatan l 99
3.2.2. Asas Hukum Pidana Islam l 100
A. Asas Legalitas l 100
B. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan
Pada orang lain l 103
C. Asas Praduga Tidak Bersalah l 103
D. Asas Kesalahan l 103
E. Asas Tidak Berlaku Surut l 104
F. Asas Kesamaan Di hadapan Hukum l 104
G. Asas Materil l 104
H. Asas Moralitas l 105
3.2.3. Asas Ketentuan Hukum Pidana Lingkungan l 106
3.2.3.1. Asas Ketentuan Hukum Pidana
Dalam Lingkungan Hidup l 118
3.2.3.2. Asas Peraturan Perundang-undangan l 121
3.2.3.3. Asas Berlakunya Hukum Pidana l 123
3.2.3.4. Asas Peradilan Pidana l 124
3.2.3.5. Asas Subsidiaritas l 127
3.2.3.6. Asas Precautionary l 141
3.2.3.7. Asas Ultimum Remedium l 144
3.2.3.8. Kesamaan Asas Subsidiaritas Dan Asas
Ultimum Remedium Dalam Delik
Formil l 148
3.2.3.9. Asas Subsosialitas (Subsocialiteit) l 148
3.3. Hukum Lingkungan, Peran dan Tujuannya l 149
3.3.1. Makna Hukum Lingkungan l 149
3.3.2. Peran dan Tujuan Hukum Lingkungan l 154
3.3.2.1. Peran Hukum Lingkungan Hidup l 156
3.3.2.2. Tujuan Hukum Perlindungan
Lingkungan l 159
3.4. Penegakan Hukum l 162
3.4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum l 162
3.4.2. Politik Kriminal Merupakan Bagian Dari
Penegakan Hukum l 188
3.4.3. Penegakan Hukum Pidana Lingkungan l 202
3.4.4. Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
Merupakan Ketentuan Khusus l 227
3.4.5. Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
Yang Diharapkan l 229
3.5. Delik Dalam Hukum Lingkungan l 235
3.5.1. Delik Materil Dalam UUPPLH dan UUPLH l 235
3.5.2. Delik Formil Dalam UUPPLH dan UUPLH l 236
3.5.3. Hubungan Delik Formil Dengan Hukum
Administrasi l 240
3.5.4. Korelasi Sanksi Administrasi Dengan Penerapan
Delik Formil Dalam Penegakan Hukum Pidana
Lingkungan l 250
3.6. Fungsi Hukum Pidana l 253
3.6.1. Fungsi Hukum Pidana Primum Remedium l 253
3.6.2. Fungsi Hukum Pidana Ultimum Remedium l 264
3.7. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Lingkungan l 277
3.7.1. Kebijakan Formulasi Perbuatan Pidana Dalam
UUPPLH l 285
3.7.2. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban
Pidana Dalam UUPPLH l 296
3.7.3. Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Dalam
UUPPLH l 298
3.8. Dapat Dipidananya Badan Hukum l 301
3.8.1. Doctrine of Strict Liability l 310
3.8.2. Doctrine of Vicarious Liability l 311
3.8.3. Doctrine of Delegation l 312
3.8.4. Doctrine of Identification l 312
3.8.5. Doctrine of Aggregation l 313
3.8.6. Doctrine Reactive Corporate Fault l 314
3.8.7. Doktrin Peniadaan Pembebanan
Pertanggungjawaban Korporasi l 314
BAB IV PRAKTEK PERADILAN, PANDANGAN APARAT PENEGAK HUKUM DAN AHLI TERHADAP PENERAPAN DELIK FORMIL l 325
4.1. Praktek Peradilan Penerapan Delik Formil l 325
4.1.1. Perkara Nomor 558/Pid.B/2002/PN.BB l 325
4.1.2. Perkara Nomor 161/Pid.B/2003/PN.BB l 326
4.1.3. Perkara Nomor 50/Pid.B/2004/PN.BB l 327
4.1.4. Perkara Praperadilan Nomor 21/Pid/Prap/2004/
PN.Jaksel oleh Richard Bruce Ness dkk l 328
4.1.5. Perkara Nomor 198/Pid.B/2004/PN.Grt l 328
4.1.6. Perkara Nomor 250/Pid.B/2005/PN.Bdg l 329
4.1.7. Perkara Nomor 536/Pid.B/2005/PN.Tng l 330
4.1.8. Perkara Nomor 851/Pid.B/2005/PN.Tng l 330
4.1.9. Perkara Nomor 1056/Pid.B/2005/PN.Tng l 331
4.1.10. Perkara Nomor 284/Pid.B/2005/PN.Mdo l 331
4.1.11. Perkara Nomor 459/Pid.B/2008/PN.Bks l 333
4.1.12. Perkara Nomor 458/Pid.B/2008/PN.Bks l 334
4.1.13. Perkara Nomor 1192/Pid.B/2009/PN.BB l 335
4.2. Pendapat Lembaga Penegak Hukum Terhadap
Penerapan Delik Formil l 336
4.2.1. Kepolisian Republik Indonesia l 336
4.2.2. Kejaksaan Agung Republik Indonesia l 336
4.2.3. Mahkamah Agung Republik Indonesia l 338
4.3. Pendapat Majelis Hakim Terhadap Penerapan Delik
Formil l 338
4.3.1. Pendapat Majelis Pengadilan Negeri Manado
Dalam Kasus Teluk Buyat l 339
4.3.2. Pendapat Majelis Pada Perkara Nomor
161/Pid.B/2003/PN.BB l 341
4.3.3. Pendapat Majelis Pada Perkara Nomor
250/Pid.B/2005/PN.Bdg l 341
4.3.4. Pendapat Majelis Pada Perkara Praperadilan
No.21/Pid/Pra/2004/PN.Jaksel Oleh Richard
Bruce Ness dkk l 342
4.3.5. Pendapat Majelis Pada Perkara Nomor
1192/Pid.B/2009/PN.BB l 343
4.4. Pendapat Aparat Penegak Hukum Terhadap Penerapan
Delik Formil l 344
4.4.1. Sanksi Pidana Merupakan Sarana Terakhir Atau
Ultimum Remedium l 344
4.4.2. Asas Subsidiaritas Dapat Dikenakan Pada Delik
Formil, Delik, Materil, Atau Delik Formil-
Materil l 345
4.4.3. Bersifat Imperatif Atau Sekedar Anjuran l 347
4.4.4. Batal Demi Hukum l 348
4.4.5. Instansi Yang Menyatakan Penegakan Hukum
Administrasi Gagal l 349
4.4.6. Penerapan Hukum Administrasi Dianggap Tidak
Efektif Atau Gagal l 350
4.4.7. Asas Subsidiaritas Masih Diperlukan l 353
4.5. Pendapat Ahli Tentang Penerapan Asas Subsidiaritas l 354
4.5.1. Pemahaman Terhadap Asas Subsidiaritas l 354
4.5.2. Perlu Dipertahankannya Asas Subsidiaritas l 367
4.5.3. Dapat Dihukumnya Badan Hukum l 369
BAB V PENERAPAN DELIK FORMIL PADA PENEGAKAN
HUKUM PIDANA LINGKUNGAN l 370
5.1. Analisis Dari Berbagai Pendapat l 370
5.1.1. Analisis Pendapat Akademisi l 370
5.1.2. Analisis Pendapat Praktisi Hukum l 372
5.2. Analisis Dakwaan Penuntut Umum l 373
5.2.1. Perkara Nomor 161/Pid.B/2003/PN.BB l 373
5.2.2. Perkara Nomor 250/Pid.B/2002/PN.Bdg l 375
5.2.3. Perkara Nomor 284/Pid.B/2005/PN.Mdo l 376
5.2.4. Perkara Nomor 1192/Pid.B/2009/PN.BB l 377
5.3. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan l 378
5.3.1. Perkara Nomor 161/Pid.B/2003/PN.Bdg l 379
5.3.2. Perkara Praperadilan Nomor
21/Pid/Prap/2004/PN.Jakse l 380
5.3.3. Perkara Nomor 250/Pid.B/2005/PN.BB l 380
5.3.4. Perkara Nomor 284/Pid.B/2005/PN.Mdo l 381
5.3.5. Perkara Nomor 1192/Pid.B/2009/PN.BB l 383
5.4. Analisis Terhadap Pendapat Aparat Penegak Hukum
Dihubungkan Dengan Praktek Peradilan Terhadap
Penegakan Delik Formil l 390
5.5. Faktor Penyebab Terabaikannya Hukum Acara Khusus
Pada Penegakan Hukum Pidana Lingkungan l 391
5.6. Pentingnya Asas Subsidiaritas Dipertahankan Pada UU
Lingkungan l 393
5.7. Perubahan Undang-Undang Terhadap Penegakan
Hukum Lingkungan l 397
5.7.1. Asas In Dubio Pro Reo l 397
5.7.2. Kelemahan Asas Ultimum Remedium Dalam
Perspektif Penegakan Hukum Pidana l 398
5.8. Usulan Prosedur Penanganan Delik Formil Pada
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan l 404
BAB VI PENUTUP ô410
6.1. Simpulan l 410
6.2. Saran l 410
Daftar Pustaka l 413
Lampiran l 430
Daftar Riwayat Hidup l 505